Rabu, 08 April 2009

Klasifikasi Citra

Klasifikasi citra merupakan proses yang berusaha mengelompokkan seluruh pixel pada suatu citra ke dalam sejumlah class (kelas), sedemikian hingga tiap class merepresentasikan suatu entitas dengan properti yang spesifik (Chein-I Chang dan H.Ren, 2000). Klasifikasi citra menurut Lillesand dan Kiefer (1990), dibagi ke dalam dua klasifikasi yaitu klasifikasi terbimbing (supervised classification) dan klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised classification). Pemilihannya bergantung pada ketersediaan data awal pada citra itu. Proses pengklasifikasian klasifikasi terbimbing dilakukan dengan prosedur pengenalan pola spektral dengan memilih kelompok atau kelas-kelas informasi yang diinginkan dan selanjutnya memilih contoh-contoh kelas (training area) yang mewakili setiap kelompok, kemudian dilakukan perhitungan statistik terhadap contoh-contoh kelas yang digunakan sebagai dasar klasifikasi.

Klasifikasi unsupervised digunakan ketika kita hanya mempunyai sedikit informasi tentang dataset kita. Pada klasifikasi tidak terbimbing, pengklasifikasian dimulai dengan pemeriksaan seluruh pixel dan membagi kedalam kelas-kelas berdasarkan pada pengelompokkan nilai-nilai citra seperti apa adanya. Prosedur umumnya mengasumsikan bahwa citra dari area geografis tertentu adalah di kumpulkan pada multiregion dari spektrum elektromagnetik. Dengan menggunakan metode ini, program klasifikasi mencari pengelompokan secara natural atau clustering berdasarkan sifat spektral dari setiap pixel.

Analisa cluster merupakan suatu bentuk pengenalan pola yang berkaitan dengan pembelajaran secara unsupervised, dimana jumlah pola kelas tidak diketahui (James J. Simpson, Timothy J. McIntire, dan Matthew Sienko, 2000). Proses clustering melakukan pembagian data set dengan mengelompokkan seluruh pixel pada feature space (ruang ciri) ke dalam sejumlah cluster secara alami. Klasifikasi unsupersived secara sendiri akan mengkategorikan semua pixel menjadi kelas-kelas dengan menampakan spektral atau karakteristik spektral yang sama namun belum diketahui identitasnya, karena didasarkan hanya pada pengelompokan secara natural. Pengguna harus membandingkan dengan data referensi, misalnya dengan data penggunaan lahan. Dengan demikian kelas-kelas spektral tersebut dapat diberikan identitasnya. Setelah itu informasi ini kita bisa memutuskan untuk mengkombinasikan atau menghapus kelas-kelas yang diinginkan. Kita juga perlu untuk memberi warna dan nama untuk masing-masing kelas.

Setelah setiap piksel dikelompokkan lalu masing-masing rata-rata kelas spectral dihitung. Kemudian dilakukan lagi pengukuran jarak setiap piksel terhadap rata-rata kelas baru ini dan akhirnya piksel dikelompokkan ke dalam kelas spectral yang memiliki jarak terdekat.

Parameter yang menentukan pemisahan dan pengelompokan piksel-piksel menjadi kelas spectral yaitu:

1. Standar deviasi maksimum, nilai standari deviasi maksimum yang sering digunakan berkisar antara 4,5 sampai 7

2. Jumlah piksel minimum dalam sebuah kelas spectral dinyatakan dalam persen (%).

3. Nilai pemisahan pusat kelas yang dipecah

4. Jarak minimum antara rata-rata kelas spectral, berkisar antara 3,2 sampai 3,9.

Proses pemisahan dan pengelompokkan piksel-piksel menjadi kelas-kelas spectral terus diulangi dan akan dihentikan bila telah memenuhi salah satu ketentuan:

1. Jumlah iteasi maksimum, jumlah iterasi dapat ditentukan sesuai dengan kebutuhan

2. Jumlah piksel yang kelas spektralnya tidak berubah antara iterasi (dalam %).

Setelah kelas spectral terbentuk umumnya dilakukan proses asosiasi antara obyek dan kelas spectral terbentuk untuk mengidentifikasi kelas spectral menjadi kategori objek tertentu. Pengidentifikasian kelas spektral menjadi obyek tertentu dapat dilakukan menggunakan suatu data acuan atau referensi penunjang. Setelah semua kelas spectral teridentfikasi kemudian dapat dilakukan penyederhaan untuk menggabungkan kelas-kelas yang tergolong sama, misalnya pengabungan perkampungan 1 dan perkampungan 2 menjadi satu kelas perkampungan. Hasil klasifikasi dapat ditunjukkan dari gradasi warna yang terbentuk yang menunjukkan jenis kelas yang dikelompokkan oleh komputer.

Secara umum tingkat keakuratan klasifikasi tergantung pada; 1) Class Separability (pemisahan kelas), 2) ukuran training sample (sampel latihan), 3) jumlah spektral band, dan 4) jenis klasifikasi atau fungsi pemisah. Tingkat keakuratan klasifikasi akan semakin tinggi jika penggunaan nilai parameter kelas semakin tepat, penggunaan class separability semakin bertambah, perbandingan antara ukuran training sample dengan jumlah spektral band semakin besar dan pemilihan jenis klasifikasi yang tepat.

Daftar pustaka

Chein-I Chang dan H.Ren. 2000. An Experiment-Based Quantitative and Comparative Analysis of Target Detection and Image Classification Algorithms for Hyperspectral Imagery. IEEE Trans. on Geoscience and Remote Sensing

James J. Simpson, Timothy J. McIntire, dan Matthew Sienko. 2000. An Improved Hybrid Clustering Algorithm for Natural Scenes. IEEE Trans. on Geoscience and Remote Sensing.

Lillesand and Kiefer, 1998. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra Penginderaan Jauh. Yogyakarta: Gadjah mada University Press.

Koreksi citra

Proses awal data citra atau pemulihan citra yang dilaksanakan untuk mengurangi kesalahan-kesalahan yang terjadi akibat mesin wahana itu sendiri, yang dirancang relatif sederhana, sementara kondisi sebenarnya sangat kompleks. Kekompleksan data citra diakibatkan diantaranya oleh resolusi spasial, resolusi sprektral, resolusi temporal, resolusi radiometric dan lain-lain. Tahap awal dari proses data citra adalah perbaikan citra (remote restoration).

Masksud dari perbaikan citra adalah untuk :

1. Mengembalikan citra sesuai keadaan sebenarnya terhadap distorsi, degaradasi dan noise(gangguan).

2. Memperkecil masalah kenampakan/feature

3. Menyesuaikan kenampakan dengan tujuan penggunaan citra.

Kesalahan data citra ada dua macam, yaitu kesalahan internal dan eksternal, dimana:
1. Kesalahan internal disebabkan oleh :

a. Kesalahan sensor yang sifatnya konstan

b. Termasuk kesalahan sistematik, dapat diperkirakan

c. Dapat diantisipasi sebelum penerbangan dan pengukuran dilakukan

d. Kalibrasi selama penerbangan dapat juga dilakukan

2. kesalahan eksternal diakibatkan oleh :

a. Kesalahan oleh platform/ stasiun pengumpulan data

b. Oleh modulasi dan karakteristik sapuan(scene) yang beruabah secara alamiah.

c. termasuk kesalahan non-sistematik, sukar diperkirakan.

d. Koreksi didasarkan titik-titik control dipermukaan tanah terhadap pengukuran oleh sistem sensor.

Kesalahan sistematik pada umumnya merupakan kesalahan tetap, mudah diprediksi sehingga dapat dilakukan lebih awal, baik sebelum satelit diterbangkan maupun selama penerbangan. Sementara kesalahan non sistematik dapat dijumpai pada kesalahan non sistematik berkaitan dengan titik-titik dipermukaan terhadap pengukuran sensor dan sistem sensor. Dalam pengindraan jauh, kesalahan sistematik dan mom sistematik dijumpai pada kesalahan radiometric, atmosferik dan geometrik. Maka proses awal dalam pengolahan citra (image processing) adalah melakukan koreksi radiometrik, atmosferik dan geometrik.

1. Koreksi Radiometrik

Koreksi Radiometrik dilakukan pada kesalahan oleh sensor dan sistem sensor terhadap respon detektor dan pengaruh atmosfer yang stasioner. Koreksi radiometrik dilakukan untuk memperbaiki kesalahan atau distorsi yang diakibatkan oleh tidak sempurnanya operasi dan sensor, adanya atenuasi gelombang elektromagnetik oleh atmosfer, variasi sudut pengambilan data, variasi sudut eliminasi, sudut pantul dan lain-lain yang dapat terjadi selama pengambilan, pengiriman serta perekaman data. Spesifikasi kesalahan radiometric adalah:

· Kesalahan sapuan akibat pemakaian Multi Detektor dalam mengindra garis citra.

· Memperkecil kesalahan pengamatan detektor yang berubah sesuai perubahan waktu

· Kesalahan berbentuk nilai digital yang mempunyai hubungan linier dengan tingkat radiasi dan panjang gelomang elektromagnetik.

· Koreksi dilakukan sebelum data didistribusi.

· Koreksi dilakukan dengan kalibrasi cahaya yang keluar dari detektor dengan mengarahkan scanner pada filter yang disinari secara elektronik untuk setiap sapuan.

· Kesalahan yang dapat dikoreksi otomatis adalah kesalahan sistematik dan tetap, yang tetap diperkirakan sebelumnya.

· Kesalahan garis scan dapat dikoreksi dengan penyesuaian histogram tiap detector pada daerah-daerah homogeny misalnya diatas badan air, apabila ada penyimpangan dapat diperbaiki.

· Kesalahan bias atau pengaturan kembali detektor apabila mean dan median detektor berbeda.

Koreksi radiometrik oleh respon detektor dipengaruhi oleh jumlah detektor yangdigunakan dalam pengindraan jauh adalah untuk merubah radiasiyang ditangkap sensor menjadi harga voltage dan kecerahan. Kesalahan yang ditimbulkan oleh detektor secara individu adalah:

1. Line Dropout terjadi apabila salah satu detektor salah fungsi pada satu sapuan , maka nilai kecerahan pada pixel-pixel tertentu berada pada satu baris menjadi nol. Koreksi dilakukan pada setiap pixel dengan baris scan buruk. Hasilnya adalah citra yang telah diinterpretasi pada setiap baris n yang lebih mungkin diinterpretasi dari pada baris hitam horizontal diseluruh citra.

2. Stripping atau bounding terjadi apabila detektor tidak benar-benar salah tetapi meragukan dan perlu dikoreksi atau direstorasi agar mempunyai kontras yang sama dengan detektor yang lain pada setiap sapuan. Koreksinya adalah identifikasi garis buruk pada setiap sapuan menggunakan histogram dari tiap n detektor pada daerah homogen.

3. Line start terjadi apabila dalam pengumpulan data sistem scanning mengalami kegagalan penyapuan di awal garis scanning atau secara tiba-tiba detektor berhenti sehingga mengakibatkan nilai kecerahan nol. Koreksi kesalahan dari line start dapat dilakukan dengan interpolasi nilai kecerahan dari pixel hasil scan bagus. Namun kesalahan yang terjadi secara acak sulit untuk dikoreksi.

2. Koreksi Geometrik

Data penginderaan jauh pada umumnya mengandung kesalahan (distorsi) geometric, baik sistematik maupun non sistematik, merupakan kesalahan yang diakibatkan oleh jarak orbit atau lintasan terhadap obyek dan pengaruh kecepatan platform. Kesalahan geometric terdiri dari dua kelompok, yaitu :

· Kesalahan internal yaitu kesalahan yang dapat dikoreksi dengan cepat, menggunakan data dari platform. Kesalahan internal dapat dikoreksi berdasarkan analisis karakteristik sensor meliputi kemiringan sken, ketidaklinieran kecepatan cermin sken, distorsi panoramic, kecepatan pesawat angkasa, dan perspektif geometri.

· Kesalahan eksternal yaitu kesalahan yang tidak dapat dikoreksi tanpa memperhitungkan titik – titik control permukaan dari permukaan bumi yang memadai. Kesalahan ini hanya dapat dikoreksi dengan menggunakan titik – titik control permukaan, yang berhubungan dengan system ketinggian sensor (roll, pitch, dan jaw), dan ketinggian satelit.

Selain itu, kesalahan geometric terbagi menjadi dua macam, yaitu : kesalahan sistematik dan kesalahan non sistematik. Penyebab kesalahan (distorsi) geometric sistematik dan non sistematik pada data citra satelit seperti dideskripsikan sebagai berikut :

Penyebab Kesalahan Sistematik

· Scan skew, karena gerakan ke depan platform selama waktu yang diperlukan pada setiap sapuan.tidak tegak lurus tetapi sedikit miring, akan menimbulkan distorsi geometric “cross – scan”.

· Distorsi panoramic : citra daerah permukaan sebanding denagn tangent sudut scan daripada terhadap sudut itu sendiri, menimbulkan distorsi “along – scan”.

· Kecepatan platform : perubahan keecepatan platform, meneyebabkan “ground track” ditutup oleh perubahan mirror scan berturutan menimbulkan distorsi “alang – track scale”.

· Rotasi bumi : mengakibatkan pergeseran “ground swath”, menimbulkan distorsi “along – scan”.

· Perspektif : dalam beberapa aplikasi citra MSS menggambarkan proyeksi titik – titik di bumi dengan tangent bidang terhadap bumi, dimana semua garis proyeksi tegak lurus pada bidang.

Penyebab Kesalahan Non Sistematik

· Ketinggian (altitude)

· Posisi

Perbedaan Antara Kesalahan Sistematik dan Non Siostematik

Secara garis besar, perbedaan antara kesalahan sistematik dan non sistematik adalah sebagai berikut :

1. Sistematik : dapat diperkirakan, dikoreksi otomatis, antara lain :

· Rotasi bumi selama akuisisi

· Kelengkungan bumi

· Lebar medan pandang sensor

· Ketidaklinieran kecepatan scan

· Respon spectral terhadap atmosfer (absorbs dan hamburan selektif)

2. Non Sistematik : sukar diperkirakan, antara lain :

· Sensor tidak ideal

· Variasi ketinggian platform

· Aspek perbandingan

· Efek panoramic

· Kesalahan instrument sensitifitas detector

Untuk mengoreksi posisi daerah terutama oleh ahli kebumian ada dua cara, yaitu :

1. Rektifikasi

Proses perubahan geometri daerah citra menjadi datar (planimetrik)

2. Registrasi

Digunakan untuk membandingkan dua citra dari dua tanggal yang berbeda, unutk melihat ada tidaknya perubahan dilokasi tersebut

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim].2009. Koreksi Radiometrik. http://www.geocities.com

Soenarmo, Sri Hartanti. 1994. Pengindraan Jauh dan Pengenalan Sistem Informasi Geografi untuk Bidang ilmu Kebumian. Bandung : ITB.

Rabu, 25 Februari 2009

test

test postingan

Your business spot